Minggu, 21 Maret 2010

PENDAHULUAN

Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah keadaan dimana terjadi penurunan fungsi ginjal secara progresif, terdiri dari GGK ringan, sedang, berat sampai gagal ginjal terminal atau tahap akhir. Penurunan fungsi ginjal terjadi sesuai dengan penurunan jumlah dari massa ginjal (tabel 1). Fungsi ginjal dinyatakan sebagai laju filtrasi glomerulus (LFG) (1)



Tabel 1. Pembagian gagal ginjal kronik



Massa ginjal yang masih berfungsi(%) LFG

ml/menit/1.73m2 Gejala-gejala

Gagal ginjal ringan 50 – 25 80 – 50 Asimptomatik

Gagal ginjal sedang 25 – 15 50 – 30 Gangguan metabolik dan pertumbuhan

Gagal ginjal berat 15 – 5 30 – 10

Gagal ginjal terminal < 5 ≤ 10 Membutuhkan terapi pengganti ginjal



Dikutip dari Rigden SPA. The management of chronic and end stage renal failure in children. In Webb N, Postlethwaite Eds. Clinical paediatric nephrology 3rd ed. Oxford University Press New York., 2003 : 428



ANGKA KEJADIAN

Angka kejadian gagal ginjal kronik sulit ditentukan secara pasti. Pada tahun 1999, di United Kingdom diperoleh data 53,4 per 1 juta anak mengalami terapi pengganti ginjal di mana 2,4% terjadi pada umur kurang dari 2 tahun, 6,4% pada umur 2-5 tahun, 20,5% pada umur 5-10 tahun, 41,2% pada umur 10-15 tahun dan 29,5% pada umur 15-18 tahun (1). Data GGK di Indonesia belum diketahui secara pasti. Di RSCM Jakarta dilaporkan 21 dari 252 anak yang menderita penyakit ginjal kronik (2).



PENYEBAB

Penyebab terjadinya GGK bermacam-macam. Namun terdapat tiga penyebab utama GGK pada anak yaitu kelainan kongenital, kelainan herediter, dan glomerulonefritis. Macam macam penyebab GGK adalah sebagai berikut : kelainan kongenital, kelainan herediter, glomerulonefritis, penyakit multisistem (lupus eritematosus, henoch schoenlein, hemolitic urmic syndrome), misscelaneous (penyakit neuromuskuler, tumor ginjal, syndroma drash). (1)



PATOFISIOLOGI

Ginjal mempunyai fungsi yang sangat penting yaitu menghasilkan hormon-hormon misalnya eritropoitin, vitamin D3 aktif, membersihkan toksin hasil metabolisme dalam darah, mempertahankan keseimbangan cairan, elektrolit, dan asam basa, serta memegang peranan untuk mengontrol tekanan darah(3). Pada gagal ginjal kronik, ginjal tidak mampu menjalankan beberapa atau semua fungsi tersebut di atas. Penyebab utama gangguan fungsi ginjal tersebut oleh karena berkurangnya massa ginjal oleh karena kerusakan akibat proses imunologis yang terus berlangsung, hiperfiltrasi hemodinamik dalam mempertahankan glomerulus, diet protein dan fosfat, proteinuria persisten serta hipertensi sistemik(3). Berkurangnya massa ginjal akibat kerusakan tersebut, akan menyebabkan terjadinya hipertrofi dan hiperfiltrasi dari massa ginjal yang tersisa. Akibatnya akan terjadi hipertensi pada massa ginjal tersebut yang dapat menyebabkan sklerosis glomerulus serta fibrosis dari jaringan interstitial(3,4).

Ginjal mempunyai kemampuan yang besar untuk melakukan kompensasi. Bila massa ginjal berkurang 50%, maka gejala-gejala pada GGK masih belum terlihat. Gejala-gejala GGK mulai tampak bila massa ginjal berkurang 50% sampai 80% misalnya uremia(3).

Uremia merupakan kumpulan gejala akibat terganggunya beberapa sistem organ sebagai akibat penimbunan toksin dari metabolisme protein(3). Tanda-tanda terjadinya gagal ginjal kronik yaitu adanya ginjal yang mengecil dari foto X-Ray, osteodistrofi ginjal, neuropati perifer serta terjadinya uremia(3).

Terjadinya osteodistrofi ginjal sebagai akibat terjadinya hiperparatiroid sekunder. Pada GGK terjadi penurunan LFG, akibatnya terjadi hiperfosfatemia yang akan merangsang kelenjar paratiroid untuk memproduksi hormon paratiroid. Di samping itu pada GGK terjadi penurunan aktifitas enzim 1 α-hidroxylase akan menyebabkan terjadinya hipokalsemia dan hiperfosfatemia. Keadaan ini juga akan merangsang kelenjar paratiroid untuk memproduksi hormon paratiroid. Ada dua macam bentuk osteodistrofi ginjal yaitu osteitis fibrosa cystica yang ditandai dengan peningkatan aktifitas osteoclast atau osteomalacia yang ditandai dengan penurunan aktifitas mineralisasi tulang (3).

Neuropati yang terjadi lebih bersifat sensoris dengan gejala timbulnya paraesthesia serta “sindroma restless leg”. Pada GGK terjadi anemia normokromik normositik, akibat penurunan produksi eritropoitin yang dalam keadaan normal diproduksi di endotel kapiler peritubular (3). Pada gagal ginjal terminal merupakan fase akhir progresifitas dari gagal ginjal kronik. Penderita mengalami kerusakan massa ginjal dalam jumlah sangat besar sehingga untuk mempertahankan fungsi ginjal memerlukan terapi pengganti ginjal baik dialisis atau transplantasi (3).



MANIFESTASI KLINIS

Gejala klinis pada GGK dapat disebabkan oleh penyakit yang mendasari maupun akibat dari GGK sendiri yaitu : (1,2,5,6,7,8)

1. Kegagalan tubuh untuk mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit

2. Penumpukan metabolit toksik atau toksin uremik

3. Kekurangan hormon yang diproduksi di ginjal yaitu eritropoietin dan vit. D3 aktif

4. Respon abnormal dari end organ terhadap hormon pertumbuhan





DIAGNOSIS (1,6)

Untuk menegakkan diagnosa GGK, anamnesis merupakan petunjuk yang sangat penting untuk mengetahui penyakit yang mendasari. Namun demikian pada beberapa keadaan memerlukan pemeriksaan-pemeriksaan khusus. Pemeriksaan yang diperlukan untuk mengetahui beratnya GGK adalah sebagai berikut :

• Darah lengkap : hemoglobin, leukosit, trombosit, differential count, hapusan darah.

• Kimia darah :

o Serum elektrolit (K, Na, Ca, P, Cl), ureum, kreatinin, serum albumin, total protein, asam urat.

o Analisa gas darah

o Kadar hormon paratiroid

• Pemeriksaan urin : albumin/protein, sedimen urin.

• Laju Filtrasi Glomerulus, dapat ditentukan dengan menggunakan rumus Haycock-Schwartz

LFG = ( K x h )

Pcr

o LFG : Laju Filtrasi Glomerulus

o K : konstanta sesuai dengan tinggi badan dan massa otot

o h : tinggi badan dalam cm

o Pcr : kadar kreatinin dalam plasma (µmol/L atau mg/dL)

o Nilai K berbeda menurut umur

Umur Pcr (mg/dL)

Preterm 0,27

Neonatus 0,37

Bayi ( 0-1 th ) 0,45

Anak ( 2-12 th) 0,55

Perempuan ( 13-21 th ) 0,55

Laki-laku ( 13-21 th) 0,70



• Foto tangan kiri dan pelvis untuk mengetahui bone age serta terjadinya osteodistrofi ginjal.

• Thorax foto, elektrokardiografi (EKG) dan echocardiografi untuk mengetahui terjadinya hipertrofi ventrikel.

• Pemeriksaan khusus yang diperlukan sesuai dengan penyakit yang mendasari :

o Ultrasonografi ginjal

o Voidingcystourography

o Radioisotop-Scans

o Antegrade pressure flow studies

o Intravenous urogram

o Urinalisis

o Pemeriksaan mikroskop urin, kultur

o Komplemen C3, C4, antinuklear antibodi, anti DNA antibodi, anti GBN antibodies, ANCA

o Biopsi ginjal



PENGOBATAN (1,2,3,4,6,9)

Penanganan penderita GGK meliputi penanganan :

• Penyakit yang mendasari

• Keadaan sebelum mencapai gagal ginjal terminal

• Gagal ginjal terminal

Penanganan penyakit yang mendasari misalnya pengobatan glomerulonefritis, reflux nefropati, uropati obstruktif, serta penyakit-penyakit sistemik yang mendasari.



Penanganan sebelum penderita mencapai gagal ginjal terminal meliputi :

A. Pengobatan secara konservatif

a) Pengobatan secara simptomatis, yaitu mengurangi gejala uremia seperti mual, muntah

b) Mengusahakan kehidupan penderita menjadi normal kembali, sehingga dapat melakukan aktifitas seperti sekolah dan kehidupan sosial

c) Mempertahankan pertumbuhan yang normal

d) Menghambat laju progresifitas menjadi gagal ginjal terminal

e) Mempersiapkan penderita dan keluarga untuk menjalani terapi pengganti ginjal misalnya dialisis, transplantasi ginjal

B. Pemberian nutrisi

Pemberian nutrisi penting untuk memperbaiki nutrisi dan pertumbuhan penderita. Pemberian nutrisi pada GGK:

a) Kalori yang adekuat mengacu pada recommended daily allowance (RDA) Tabel2.

b) Protein yang diberikan harus cukup untuk pertumbuhan namun tidak memperberat keadaan uremia. Tabel2.

c) Pemberian diet yang mengandung fosfat harus dibatasi untuk mencegah terjadinya hiperparatiroidism sekunder. Dianjurkan mempergunakan kalsium karbonat untuk mengikat fosfat.





Tabel 2. Kebutuhan kalori dan protein yang direkomendasikan untuk anak dengan gagal ginjal kronik



Umur Tinggi Energi Minimal Ca P

( cm) (Kkal) protein(g) (g) (g)



0-12 bulan 55 120/kg 2,2/kg 0,4 0,2

2-6 bulan 63 110/kg 2,0/kg 0,5 0,4

6-12 bulan 72 100/kg 1,8/kg 0,6 0,5

1-2 tahun 81 1000 18 0,7 0,7

2-4 tahun 96 1300 22 0,8 0,8

4-6 tahun 110 1600 29 0,9 0,9

6-8 tahun 121 2000 29 0,9 0,9

8-10 tahun 131 2200 31 1 1

10-12 tahun 141 2450 36 1,2 1,2

12-14tahun L 151 2700 40 1,4 1,4

P 154 2300 34 1,3 1,3

14-18tahun L 170 3000 45 1,4 1,4

P 159 2350 35 1,3 1,3

18-20tahun L 175 2800 4,2 0,8 0,8

P 163 2300 33 0,8 0,8



C. Pemberian cairan dan elektrolit

Pengaturan cairan pada penderita GGK harus mengacu pada status hidrasi penderita. Dilakukan evaluasi turgor kulit, tekanan darah, dan berat badan. Pada penderita GGK dengan poliuria pemberian cairan harus cukup adekuat untuk menghindari terjadinya dehidrasi. Harus ada keseimbangan antara jumlah cairan yang dikeluarkan (urin, muntah, dan lain-lain) dengan cairan yang masuk. Pemberian cairan juga harus memperhitungkan insensible water loss. Pembatasan cairan biasanya tidak diperlukan, sampai penderita mencapai gagal ginjal tahap akhir atau terminal.

D. Koreksi asidosis dengan pemberian NaHCO3 1-2 mmol/kg/hari peroral dalam dosis terbagi. Keadaan asidosis yang berlangsung lama akan mengganggu pertumbuhan. Pengobatan asidosis harus dimonitor. Dosis harus disesuaikan dengan analisis gas darah. Pada asidosis berat dilakukan koreksi dengan dosis 0,3 kgBB x (12 - HCO3- serum) mEq/L iv. Satu tablet NaHCO3 500 mg = 6 Meq HCO3-.

E. Osteodistrofi ginjal

Osteodistrofi ginjal dapat dicegah dengan pemberian kalsium, pengikat fosfat serta vitamin D. Dosis kalsium yang sering digunakan 100-300 mg/m2/hari. Vitamin D yang sering digunakan 1,25 OHvitD3 (rocatrol) dengan dosis 0,25 μg/hari (15-40 ng/kgBB/hari).

F. Hipertensi

Hipertensi pada GGK penyebabnya multifaktor. Pengobatan hipertensi meliputi non farmakologis yaitu diet rendah garam, menurunkan berat badan dan olah raga. Pengobatan farmakologis, obat yang sering dipergunakan yaitu : diuretik, calcium channel blocker, angiotensin receptor blocker, ACE (angiotensin converting enzym) inhibitor, beta blocker,agonis adrenergik alfa,vasodilator perifer.



Pengobatan hipertensi diawali dengan pemberian diuretik golongan furosemid 1-4 mg/kgBB/hari dibagi 1-4 dosis. Bila tidak berhasil dapat diberi antihipertensi calcium channel blocker ( nifedepin 1-2 mg/kg/hari dibagi 4 dosis ), ACE inhibitor ( kaptopril 0,3 mg/kg/kali diberikan 2-3 kali sehari), beta blocker (propanolol 1-10 mg/kg/hari), dan lain-lain. Pada hipertensi krisis dapat diberikan nifedipin secara sublingual 0,1mg/kg/kali maksimum 1 mg/kg/hari.

G. Anemia

Pengobatan anemia pada GGK dengan pemberian recombinant hormon eritropoietin (EPO), bila Hb ≤ 10 g/dl, Ht ≤ 30% dengan dosis 50 unit/kgBB subkutan dua kali seminggu, dengan catatan serum feritin > 100 μg/L. Dosis dapat ditingkatkan sampai target haemoglobin 10-12 mg/dL tercapai. Selain itu pemberian asam folat diberikan pada penderita dengan defisiensi asam folat, dosis 1-5 mg/hari (selama 3-4 minggu). Penderita dengan dialisis diberi dosis rumatan 1 mg/hari.

H. Gangguan jantung

Bila terjadi gagal jantung dan hipertensi, maka pengobatan diberikan furosemide secara oral atau intravena dan pemberian calcium channel blocker. Bila terjadi perikarditis dan uremia berat adalah indikasi dilakukan dialisis.

I. Gangguan pertumbuhan

Evaluasi pertumbuhan penderita GGK terutama dibawah umur 2 tahun dengan melakukan pengukuran tinggi badan, berat badan, dan lingkar kepala secara teratur. Sehingga adanya gangguan pertumbuhan dapat segera diketahui. Pemberian nutrisi yang adekuat dapat mencegah terjadinya gangguan pertumbuhan. Terapi dengan recombinant growth hormon (rhGH) dapat diberikan untuk mempercepat pertumbuhan dengan dosis 0,35 mg/kgBB atau 30 UI/m2 perminggu dibagi 7 dosis. Pemberian rhGH pada anak-anak masa pubertal menunjukkan hasil yang memuaskan daripada anak-anak usia pubertal.



Penanganan penderita dengan gagal ginjal terminal dengan melakukan terapi pengganti ginjal meliputi transplantasi ginjal dan dialisis.

a) Transplantasi ginjal merupakan pilihan utama pada GGT. Namun sebelum dilakukan transplantasi ginjal sering penderita GGT harus menjalani dialisis terlebih dahulu. Transplantasi ginjal yang dilakukan tanpa dialisis disebut pre-emptive transplantation (1).

b) Dialisis dilakukan pada penderita dengan indikasi sebagai berikut :

• Gejala-gejala uremia yaitu letargi, anoreksia, muntah-muntah.

• Hiperkalemia yang tidak respon dengan koreksi

• Overload cairan

Ada 2 macam dialisis yaitu :

• Peritoneal dialisis

• Hemodialisis

Pada anak peritoneal dialisis lebih disukai daripada hemodialisis. Saat ini tindakan dialisis cenderung dilakukan lebih awal yaitu bila LFG kurang dari 15 mL/menit/1,73 m2 luas permukaan tubuh.



DAFTAR PUSTAKA

1. Rigden SPA. The management of chronic and end stage renal failure in children. In Webb N, Postlethwaite Eds. Clinical Paediatric Nephrology 3rd ed. Oxford University Press Inc, 2003; 427-46.

2. Sekarwana N, Rachmadi D, Hilmanto D. Gagal Ginjal Kronik. Dalam Alatas H, Tambunan T, Trihono PP, Pardede SO Eds. Buku Ajar Nefrologi Anak 2nd ed. Bali penerbit FKUI Jakarta, 2002; 509-30.

3. Fogo AB, Kon V. Pathophysiology of progressive renal disease. In Avner ED, Harmon WE, Niaudet P Eds. Pediatric Nephrology. Lippincott Williams & Wilkins USA, 2004; 1269-85.

4. Kei-Chiu TN, Chiu MC. Pre-Renal Replacement Program : Conservative Management of Chronic Kidney Disease. In Chiu MC, Yap HK Eds. Practical Paediatric Nephrology. Medcom Limited Hongkong, 2005; 247-52.

5. Yap HK. Anemia, Renal Osteodystrophy, Growth Failure in Chronic Renal Failure. In Chiu MC, Yap HK Eds. Practical Paediatric Nephrology. Medcom Limited Hongkong, 2005; 253-61.

6. Winearls CG. Clinical Evaluation and Manifestation of chronic Renal Failure. In Johnson RJ, Feecally J Eds. Comprehensive Clinical Nephrology. Harcourt Publishers Limited London, 2000; section 14. 68 : 1-14.

7. Fine RN, Whyte DA, Baydstrun II. Conservative management of chronic renal insufficiency. In Avner ED, Harmon WE, Naudet P Eds. Pediatric Nephrology. Lippincott Williams & Wilkins USA, 2004; 1291-305.

8. Kuizon BD, Sausky IB. Renal Osteodistrophy. In Avner ED, Harmon WE, Naudet P Eds. Pediatric Nephrology. Lippincott Williams & Wilkins USA, 2004; 1291-305.

9. Goonasekera CDA, Dillon MJ. Thhe child with hypertension. In Webb N, Postlethwaite Eds. Clinical Paediatric Nephrology 3rd ed. Oxford University Press Inc, 2003; 151-61.

0 komentar :

Posting Komentar